Sehabat Sehari

'Sahabat Sehari'

oleh Annisa Firdaus pada 11 Desember 2011 pukul 15:43
"Huhuhuhu," Jeany menangis tersedu-sedu sepulang sekolah. Ibu yang heran melihatnya, menghampiri Jeany. "Ada apa, sayang?" Tanya ibu. "Huhu, tadi Lenna kembali mengejekku lagi, huhuhu," Isak Jeany. "Lenna? Lenna putrinya bu Vina?" Tanya ibu heran. "Bu bukan, Lenna putrinya bu Intan. Anak kampung sebelah," Jawab Jeany masih di iringi isak tangis. "Oh, ya sudah. Sekarang kamu mandi dulu. Sehabis itu shalat Dhuhur, lalu tidur," Perintah ibu. "I iya," Jawab Jeany.
Jeany adalah anak perempuan yang berusia 9 tahun. Dirinya, sekarang menduduki bangku kelas Empat di SD Pelita. Anak perempuan itu tinggal di sebuah kampung yang bernama, kampung Bayongbong satu. Sebelumnya, ia beserta keluarganya tinggal di kampung seberang yang bernama, kampung Bonamana. Jeany merupakan anak yang sangat cengeng dan manja. Suatu ketika, dia di tinggal oleh kedua orang tuanya pergi menjenguk saudara. Jeany menangis dari kedua orang tuanya pergi, hingga orang tuanya pulang.
"Jean, Jeany, bangun sayang," suara ibu terdengar pelan di telinga Jeany. "Hoam, iya Bu," Sahut Jeany.
"Jeany, kata ayah, lusa kita akan pindah rumah ke Kota. Ayah ingin mencari pekerjaan di Kota," Terang ibu sambil menyiapkan makanan. "Horee, pindah rumah. Berarti, aku gak akan bertemu dengan Lenna si badan besar lagi dong. Horee! Kenapa pindah rumahnya tidak di percepat saja bu?" Tanya Jeany bangga. "Sayang, pindah rumah itu tidak semudah yang kamu bayangkan. Pindah rumah juga butuh uang. Sekarang, Ayah sedang mencari uang untuk pindah rumah. Kamu harus mengerti, sayang," Jawab ibu lembut. "Iya deh, iya."
Hore, aku bakalan pindah rumah. Hore! Batin Jeany. Jeany menuju ke kamarnya. Ternyata, ia lupa jika hari ini ia akan kerja kelompok bersama ketiga temannya di rumah Arline. Jeany bingung seketika. Ia langsung pamit kepada ibunya untuk pergi ke rumah Arline. Hosh hosh hosh. Jeany berlari sekencang-kencangnya. Sampai ia tidak melihat segala sesuatu yang ada di bawahnya. Dan ... Gubrakkk! Jeany jatuh tersandung sebuah batu. Hua hua hua, Jeany menangis sejadi-jadinya. Rupanya, ia telah berlari jauh dari rumahnya. Ia telah memasuki kampung sebelah rumahnya. Tak ada orang yang keluar rumah untuk menghampirinya. Ia makin menangis sekeras-kerasnya. Tuk tuk tuk tuk. Terdengar suara langkahan kaki seseorang. Ia segera menoleh ke belakang. Sosok anak perempuan sebayanya menghampiri Jeany.
"Kamu enggak apa-apa kan?" Tanya anak perempuan tadi ke Jeany. "Huaa, sakit, sakit, sakit,". Mata Jeany tertutup seketika. Sekarang, hari sudah malam, Jeany merasa berada di lingkungan yang asing. "Ini bukan rumahku! Huaaa," Jeany kembali menangis ketika terbangun dari tidurnya. Ia menatapi sekelilingnya. Rumah apa ini? Batin Jeany. Atap dari daun pisang, dinding dari bilik. "Huek! Aku tidur di semen?! Ya ampun, rumah apaan ini?" Gerutu Jeany. "Jeany, kamu sudah bangun?" tanya seseorang yang tadi sore di lihatnya. "Siapa kau?" Tanya Jeany. "Aku temanmu," Jawab seseorang itu. Setelah Jeany mengingat-ingat, "Aha! Kam kamu, Lenna ya?" Jawab Jeany takut. Huaaa. Astaga! Jeany menangis lagi. "Iya, aku Lenna. Jangan menangis dong. Aku gak akan ngejek kamu kok," Hibur seseorang itu yang ternyata Lenna.
"Mau apa kamu membawaku ke kandang kerbau ini?" Tanya Jeany kesal bukan main. Lenna menangis. "Lho, kenapa kamu menangis?" Tanya Jeany. "Ya jelas aku menangis, kamu telah mengejekku. Kamu telah mengejek rumahku. Ini rumahku bukan kandang kerbau, Jeany! Apa ini balasan semua perbuatanku ini kepadamu? Ketauhilah teman, aku suka mengejekmu, karena aku takut tersaingi olehmu. Dan aku suka mengejekmu karena aku takut teman-teman mengejek kekuranganku. Aku miskin! Aku bodoh! Dan sekarang, apa? Kau adalah orang yang pertama kalinya membuatku marah, Jeany. Kamu mengejek rumahku! Huaaa," Terang Lenna panjang lebar.
Oh no, apa yang terjadi? Batin Jeany. "Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku bersujud di depanmu?" Tanya Jeany. "Tak perlu! Kamu tidak perlu sujud di depanku. Aku hanya menginginkan kamu menjadi sahabatku yang menerimaku apa adanya," Jawab Lenna. "OK! Bagaimana, setiap hari, kita belajar bersama di rumahku? Oh ya, sebelumnya aku mengucapkan terima kasih banyak ya, telah menolongku,".
"OK!"
"Daaah, aku pulang dulu ya, salam untuk keluargamu,".
Jeany pulang ke rumahnya. Kali ini dia berjalan dengan santainya. Hari mulai larut. Krik krik krik. Suara jangkrik menemaninya selama perjalanan. Sesampainya di rumah, "Lho kok, baru pulang? Ayahmu cemas lho, mencari kamu kemana-kemana. Abis dari mana? Katanya mau ke rumah Arline, kenapa tadi ibu telpon rumahnya, katanya enggak ada kamu di rumah Arline. Hayo, bohong?!" Jeany di sambut oleh omelan ibunya. "Ibu, cantik deh, mau gak ngedengerin penjelasan+cerita kejadian tadi?" Rayu Jeany. "Mulai deh, ngerayu. Tapi, sayang, ibu gak bisa. Gak bisa nolak maksudnya,".
Keesokan harinya, seperti yang sudah disepakati, Lenna dan Jeany belajar bersama di rumah Jeany. "Jean, kemarin itu, memangnya kamu mau kemana sih?" Tanya Lenna. "Mau kerja kelompok di rumah Arline," Jawab Jeany. "Oh, kok kamu bisa terselandung gitu sih?" Tanya Lenna. "Ah, malas ah aku mah, kalau udah ngomongin kejadian kemarin," Jeany cemberut. "Iya iya, aku gak akan nanyain lagi,". "Hehe," Jeany tersenyum.
"Aku pulang dulu ya, daah," Pamit Lenna.
"Daah,".
"Jean, itu Lenna yang kamu ceritain?" Tanya ibu. "Yap, memangnya kenapa?". "Jangan terlalu dekat kayak tadi ya," Pesan ibu. "Lho, memangnya kenapa? Dia baik kok, bu," Tanya Jeany heran. "Bukan begitu sayang, besok sore kan kita akan pindah rumah, dan otomatis kamu gak bisa ketemu Lenna lagi. Ibu takut kalau kamu enggak bisa ngelupain Lenna ketika kita pindah rumah, sayang. Kamu mengerti maksud ibu kan?" Jelas ibu panjang lebar. Jeany hanya mengangguk. Kemudian ia masuk kamar. Tanpa ia sadari, wajahnya telah berlinang air mata. Ia selalu memikirkan apa yang di ucapkan ibu.
Keesokan harinya, setelah siap-siap pergi, ia meminta sedikit waktu kepada orang tuanya untuk pamit kepada Lenna.
"Lenna, Lenna, Lenna," Panggil Jeany. "Iya, ada apa Jean?" Sahut Lenna. "Len, aku mau pamit sama kamu, sore ini, aku akan pindah rumah ke Kota. Jangan lupakan persahabatan kita ya," Jelas Jeany. "Oh, iya, Aku gak akan lupain persahabatan kita kok. Hati-hati di perjalanan ya. Semoga kamu senang di sana," Jawab Lenna menahan air mata yang memaksa keluar. Keduanya berpelukan. Akhirnya, keduanya sama-sama menangis. "Daaah Lenna, semoga kita bisa bertemu lagi yaa," Pamit Jeany. "Daah juga, iya. Hati-hati di jalan ya,".
"Pamitan sama Lennanya sudah?" Tanya ibu. "Sudah bu," Jawab Jeany singkat. Dirinya tak mampu lagi berbicara.
"Bu, kenapa sih kita harus pindah ke Kota? Padahal kan, aku sudah merasa nyaman berada di kampung ini," kata Jeany dalam hati. Bagaimanapun, aku harus menerima keadaan. Walaupun itu sesakit kakiku melintasi setapak jalan yang di beri jarum.

Leave a Reply

Followers